Duduk Perkara Mantan Puteri Indonesia Dilaporkan ke Polda Bali

Denpasar – Tiga warga negara asing (WNA) yakni Luca Simioni asal Swiss, Barry Pullen dari Inggris dan Carlo Karol Bonati yang berkebangsaan Italia melaporkan Puteri Indonesia Persahabatan 2002 Fanni Lauren Christie ke Polda Bali. Suami dari Fanni yang juga WNA asal Italia bernama Valerio Tocci juga turut dilaporkan.
Kuasa hukum trio WNA pelapor Erdia Christina pun menjelaskan duduk perkara ketiga WNA tersebut melaporkan Fanni Lauren Chritie. Permasalahan ini terkait dengan apartemen The Double View Mansion (DVM) yang berlokasi di Babadan Nomor 200, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

Erdia menjelaskan bahwa awalnya beberapa orang WNA yakni Luca Simioni, Arturo Barone, Thomas Huber, dan Valerio Tocci sepakat untuk membangun apartemen DMV. Pembangunan proyek apartemen tersebut ditawarkan oleh Valerio Tocci beserta fasilitasnya pada 2016 kepada Luca Simioni.

“Hanya ada satu orang asing yang kemudian menyampaikan bahwa saya mempunyai ide untuk membuat apartemen dan lain sebagainya kemudian mereka sepakat untuk membangun apartemen DVM,” kata Erdia saat konferensi pers di wilayah Seminyak, Badung, Kamis (22/6/2023).

Valerio Tocci kemudian meminta istrinya yakni Fanni Lauren Chritie untuk mendirikan PT Indo Bhali Makmurjaya dalam pembangunan apartemen DVM. Kemudian dalam perjalanannya, keempat WNA itu sepakat untuk berinvestasi.

Luca Simioni Menginvestasikan Sebesar US$ 1.840.000

Luca Simioni menginvestasikan dananya US$ 1.840.000 (44,11 persen), Arturo Barone US$ 950.000 (22,78 persen), Thomas Huber US$ 500.000 (11,99 persen), dan Valerio Tocci US$ 881,068 (21,12 persen) dilansir dari laman https://binamargadki.net/. Namun, Erdia menyebut ada ketidakjujuran dalam perjalanan bisnis tersebut.

Tepatnya pada 2021, Fanni Lauren Christie dan Valerio Tocci secara diam-diam menjual dua unit apartemen DVM. Mereka tidak membagikan keuntungan atas penjualan tersebut kepada para investor.

Karena itu, Luca Simioni sebagai salah satu investor membuat laporan polisi atas dugaan tindak pidana penggelapan atas penjualan dua unit apartemen DVM ke Polda Bali. Ia dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sementara, dua investor lainnya yang juga telah menginvestasikan dananya yakni Arturo Barone dan Thomas Huber belum membuat laporan ke Polda Bali. Justru dua WNA lainnya yang membuat laporan yakni Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati selaku pembeli dari unit-unit apartemen DVM.

Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati sebagai pemilik unit-unit apartemen DVM merasa telah ditipu oleh Fanni Lauren Christie dan Valerio Tocci. Sebab, pada 2018 Velerio Tocci menawarkan unit-unit apartemen DVM kepada Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati dengan status kepemilikan hak sewa selama 42 tahun, yaitu hingga April 2061.

“Valerio Tocci juga menjanjikan adanya keuntungan atas sewa unit-unit apartemen DVM milik mereka kepada orang-orang yang menginap di unit-unit tersebut,” terang Erdia.

Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati telah menandatangani Sale and Purchase of Right of Lease (SPRL) dengan PT Indo Bhali Makmurjaya. Fanni Lauren Christie sebagai Direktur perusahaan menyebutkan harga unit apartemen DVM sebesar US$ 220 ribu kepada Carlo Karol Bonati dan US$ 180 ribu kepada Barry Pullen.

Namun, menurut Erdia, akta pemindahan dan penyerahan hak sewa yang dibuat oleh Kantor Notaris Eddy Nyoman Winarta tercantum harga unit Apartemen the Double View Mansion sebesar Rp 500 juta. Nilai ini bukan harga sebenarnya yang telah ditetapkan dalam SPRL dan bukti pengiriman/transfer uang.

Valerio Tocci juga memerintahkan kepada Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati untuk membayarkan unit apartemen mereka sebesar 15 persen dari harga unit ke rekening PT Indo Bhali Makmurjaya di Indonesia dan 85 persen ke rekening PTDVM Consulting MGT ke rekening Emirates Investment Bank P.J.S.C. di Dubai, Uni Arab Emirates.

Atas adanya kejadian tersebut, Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati melaporkan adanya dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan serta menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik. Hal itu sesuai Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP serta Pasal 266 ayat (1) KUHP.